Wednesday, 9 January 2013

Sebuah Pelarian Tanpa Ujung

Status itu penting, katamu, ialah sebuah tanda keseriusan.
Keseriusan itu penting, katamu, ialah yang membuat kita berkomitmen, membuat kita setia.
Kesetiaan itu penting, kita setuju, tanpanya tak ada artinya semua yang telah kita lalui.

Tapi apa artinya setia pada kenangan? Apa artinya setia pada bayangan?
Aku setia pada kehadiranmu yang hanya ada dalam mimpiku. Mimpiku berakhir saat aku terbangun, hadirmu perlahan menguap bersama udara pagi, namun kesetiaanku masih ada.
Kesetiaanku ada bersama tiga sendok gula dalam teh hangat yang kuminum di pagi hari.
Kesetiaanku ada bersama kicauan burung yang semakin sedikit jumlahnya.
Kesetiaanku seperti air di selokan yang tersumbat, tak dapat mengalir namun tetap menggenang di satu sisi.

Kamu seperti sisa-sisa lilin yang ku padamkan semalam, tetesanmu membekas di satu sisi jendela kamarku.
Jika sisa-sisa keberadaanmu ku hapuskan, aku takut akan tersisa luka gores, seperti halnya goresan di jendelaku. Maka aku biarkan sisa-sisa keberadaanmu tetap disana, mengotori bingkai hati yang memandang langit tak sebiru dahulu.

Ku peluk bayanganmu, bersama warna-warna pelangi di kertas foto copy-an. Ku peluk bayanganmu, hanya bayanganmu, dan disisiku kini ada sosok lain, sosok lain dengan bayanganmu.
Ku peluk sosok itu, dengan bayanganmu.
Tak ingin ku tatap bayangannya, karena ku tahu itu adalah bayanganmu, maka hanya ku peluk.
Bukan hanya dia, setiap sosok akan memiliki bayanganmu, dan setiap sosok itu akan ku peluk.
Aku tak pernah menangis, aku terus tersenyum, karena ada bayanganmu,

Tak kurasakan kesendirian, mereka ada untukku, menemani malam tahun baruku, menyelami danau keruh untukku, melewati pematang sawah yang kumuh bersamaku. Aku tak kesepian.
Namun tetap saja ada bayanganmu.
Sejauh apapun aku berlari akan tetap ada bayanganmu, meski demikian aku tetap berlari, dalam sebuah pelarian tanpa ujung.